Pertimbangkan Aspek Kemanusiaan Kasus Penipuan Hewan Ternak di Tana Toraja Dihentikan Kejati Sulsel Lewat Restorative Justice

Pertimbangkan Aspek Kemanusiaan Kasus Penipuan Hewan Ternak di Tana Toraja Dihentikan Kejati Sulsel Lewat Restorative Justice

KEJATI SULSEL, Makassar – Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim didampingi Aspidum, Rizal Syah Nyaman dan jajaran Pidum melakukan ekspose penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice/RJ) dari Kejaksaan Negeri Tana Toraja di Kejati Sulsel, Selasa (14/10/2025).

Ekspose perkara RJ ini juga diikuti oleh Kajari Tana Toraja, Frendra, Kasi Pidum, Muhammad Farid Nurdin, Jaksa Fasilitator Indra Minaldi, serta jajaran secara virtual dari Kejari Tana Toraja.

Kejaksaan Negeri Tana Toraja mengajukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif untuk perkara tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan yang melanggar Pasal 378 KUHPidana dan/atau Pasal 372 KUHPidana Jo. Pasal 65 KUHPidana. Perkara ini melibatkan tersangka WH (27 tahun) kepada korban YMP dan korban lain yang telah dipulihkan kerugiannya.

Tersangka WH disangkakan melakukan perbarengan tindak pidana Penipuan dan/atau Penggelapan dengan modus mengambil hewan ternak tanpa melakukan pembayaran. Perbuatan ini diawali pada tanggal 21 Juni dan 2 Juli 2025, di mana WH mengambil total lima ekor babi dari kios milik Korban YMP (dan istrinya, Saksi VLT) dengan membuat janji palsu akan membayar di kemudian hari, bahkan menggunakan dalih palsu adanya acara kedukaan. Babi-babi tersebut langsung dijual oleh WH kepada Saksi YS tanpa pernah dibayarkan kepada YMP, yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp24.700.000. Selanjutnya, pada 2 Agustus 2025, WH kembali melakukan aksi serupa terhadap Korban BB, mengambil seekor babi dengan alasan yang sama (janji pembayaran yang tidak dipenuhi dan klaim keperluan kedukaan), kemudian langsung menjual babi tersebut di Pasar Bolu. Akibat perbuatan WH, total kerugian yang dialami oleh para korban mencapai Rp30.300.000.

Tersangka WH, anak pertama dari tiga bersaudara, adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di Kampung Baru, Kelurahan Padangiring, Kecamatan Rantetayo, Kabupaten Tana Toraja. Berlatar belakang pendidikan SMA, Tersangka bekerja keras sebagai sopir truk dan sopir travel untuk menopang ekonomi keluarga, termasuk membiayai pengobatan ibunya yang sedang sakit. Dalam kehidupan sehari-hari, Tersangka dikenal oleh masyarakat sebagai pribadi yang sopan, bertanggung jawab, pekerja keras, dan tidak pernah membuat masalah, serta aktif membantu tetangga dalam kegiatan sosial.

Adapun alasan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif meliputi:

* Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana (bukan residivis).
* Telah adanya perdamaian antara pihak Korban dan Tersangka, yang didokumentasikan dalam Surat Pernyataan Perdamaian yang berhasil dilaksanakan.
* Telah dikembalikannya kerugian korban atau kembali ke keadaan semula. Kerugian korban telah dipulihkan secara menyeluruh, dibuktikan dengan adanya kwitansi ganti kerugian yang diserahkan.
* Tersangka diyakini dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif dan bertanggung jawab.
* Respons positif dari masyarakat yang sangat mendukung pelaksanaan RJ.

Kajati Sulsel, Agus Salim menyetujui permohonan RJ ini setelah mempertimbangkan syarat dan keadaan yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif.

“Setelah melihat testimoni korban, tersangka, tokoh masyarakat dan penyidik, telah memenuhi ketentuan Perja 15. Korban sudah memaafkan tersangka dan kerugian telah dipulihkan sepenuhnya. Atas nama pimpinan, kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan oleh Kejari Tana Toraja," kata Agus Salim.

Setelah proses RJ disetujui, Kajati Sulsel meminta jajaran Kejari Tana Toraja untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara dan Tersangka segera dibebaskan. Selanjutnya, Tersangka WH diwajibkan menjalani sanksi sosial berupa kegiatan sosial dengan membersihkan rumah ibadah di sekitar wilayah tempat tinggalnya selama jangka waktu tertentu.

"Saya berharap penyelesaian perkara zero transaksional untuk menjaga kepercayaan pimpinan dan publik,” pesan Agus Salim menutup ekspose.

Bagikan tautan ini

Mendengarkan